BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pasar keuangan dunia tumbuh dengan
pesat antara lain dengan ditandai adanya penemuan produk keuangan generasi baru
guna mendapatkan hasil yang tinggi dengan tingkat risiko yang terkendali.
Beberapa produk dimaksud dinamakan dengan transaksi ”Derivative”. Sejak tahun
1980-an, transaksi derivatif berkembang sangat pesat dan banyak perusahaan
besar tingkat dunia mempergunakan instrumen ini guna mendapatkan sumber
pendanaan yang murah. Bagi yang meguasai dan dapat mengelola produk derivatif
akan mendapatkan minimalisasi risiko dengan maksimalisasi hasil. Sebaliknya,
terhadap para pihak yang kurang mengenal secara mendalam dan tidak dapat
mengelola secara benar, maka bukannya hasil maksimal yang diperoleh, tetapi
kerugian yang sangat besar. Ibaratnya, instrumen derivatif bagaikan pedang
bermata dua yang dapat berfungsi sebagai sarana konstruktif, sekaligus bisa
destruktif. Transaksi derivatif itu sendiri sebenarnya merupakan bentuk
instrumen keuangan yang dipakai untuk mengurangi risiko yang muncul akibat
pergerakan harga.
Pengertian Derivatif (derivatives)
secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang
nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau
komoditas yang lain. Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet
maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya
ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada
Derivative dalam keuangan adalah sebuah
kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan
atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut
" produk turunan" daripada memperdagangkan atau
menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk
saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan
datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan
oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang
mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing
"tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya
(underlying). Ada banyak sekali instrumen finansial yang dapat dikategorikan
dalam kelompok derivative namun opsi/kontrak berjangka dan swap adalah yang umum dikenal.
Pertumbuhan pesat perdagangan derivatif
di pasar uang beberapa dekade terakhir ini menurut Warren Buffet, investor
legendaris yang kini merupakan salah satu orang terkaya di dunia, menyimpan bom
waktu untuk terjadinya bencana mahadahsyat bagi ekonomi. Ia bahkan menyebut
derivatif sebagai ”senjata finansial pemusnah massal” karena potensinya yang
sangat besar untuk meluluhlantakkan seluruh sistem finansial global.
Maka dalam hal ini kami mencoba
untuk mengidentifikasi instrumen derivatif konvensional yang belum sesuai
dengan prinsip syariat Islam untuk kemudian dikonversi/dimodifikasi dengan
menggunakan akad-akad syariat Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Derivative
Konvensional dan Islami ?
2.
Bagaimana Sistim Hybrid
Contract di Islamic Derivative ?
3.
Bagaimana Peran Dewan
Pengawas Syariah dalam Transaksi Derivative ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Derivative
Konvensional dan Derivative Islami
1.
Derivative konvensional
1) Pengertian
transaksi/instrumen derivatif
Transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau
perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari
produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut "produk
turunan" daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik
suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan
uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada
aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang
mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing
"tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya.
2) Batasan
obyek bahasan
- Future/Forward Contract
Future Contract/Kontrak
Berjangka adalah perjanjian atau kesepakatan untuk membeli atau menjual aktiva
tertentu pada saat tertentu dengan/pada harga tertentu dalam kurun waktu
tertentu di masa yang akan datang.
Future Contract
diperdagangkan di bursa terorganisir seperti the Chicago Board of Trade dan
the Chicago Mercantile Exchange di Amerika Serikat, Eurex, Bolsa de
Mercadorias y Futuros (Brazil), Tokyo International Financial Futures
Exchange (Jepang), the Singapore International Monetary Exchange, dan
Sidney Futures Exchanges (Australia)
Secara substansi, future dan forward
adalah sama, perbedaannya hanyalah pada tempat penyelenggaraannya saja, di mana
future dilakukan pada bursa terorganisir sebagaimana dijelaskan di atas,
tetapi kalau forward dilaksanakan di luar bursa (terorganisir seperti di
atas) yang biasa disebut ”over the counter (OTC) market”
- Option Contract/Kontrak Opsi
Opsi adalah kontrak di mana salah satu pihak
menyetujui untuk membayar sejumlah imbalan kepada pihak yang lainnya untuk
suatu "hak" (tetapi bukan kewajiban) untuk membeli sesuatu atau
menjual sesuatu kepada pihak yang lainnya; misalnya saja ada seseorang yang
khawatir bahwa harga dari stok XXX akan turun sebelum ia sempat menjualnya,
maka ia membayar imbalan kepada seseorang lainnya (ini disebut opsi jual/put
option) yang menyetujui untuk membeli stok daripadanya dengan harga yang
ditentukan di depan (strike price). Pembeli menggunakan opsi ini untuk
mengelola resiko turunnya nilai jual dari stok XXX yang dimilikinya, di lain
sisi si pembeli opsi mungkin saja menggunakan transaksi opsi tersebut untuk
memperoleh imbalan jasa dan mungkin telah memiliki suatu gambaran bahwa nilai
jual XXX tersebut tidak akan turun.
Sebagai lawan dari opsi jual adalah opsi beli atau
biasa disebut call option di mana pada opsi beli ini memberikan opsi
kepada pembeli opsi hak untuk membeli aset acuan pada suatu tanggal yang
disepakati dengan harga yang telah ditetapkan atau yang dikenal dengan istilah option
strike .
Option sebagai instrumen derivatif sebenarnya lahir
karena adanya kebutuhan untuk melindungi nilai suatu “barang” (suku bunga,
kurs, komoditi, saham) terhadap resiko kerugian akibat fluktuasi harga karena
pengaruh kondisi supply dan demand di waktu yang akan datang. Dalam
perkembangannya, ternyata motif transaksi transaksi option untuk pelindung
nilai lebih kecil dibandingkan motif transaksi untuk tujuan spekulatif dengan
maksud untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
- Swap Contract/Kontrak Swap
Swap adalah kesepakatan antara dua pihak
(perusahaan) untuk saling mempertukarkan arus kas di masa tertentu (selama
kurun waktu tertentu) yang akan datang. Dalam kesepakatan ditentukan secara
spesifik tanggal pembayaran tunai dan cara menghitung jumlah uang tunai yang
akan saling dipertukarkan (dibayarkan masing-masing pihak). Biasanya dalam
perhitungan telah dipertimbangkan/diperhitungkan nilai yang akan datang tingkat
bunga, kurs mata uang, dan variabel-variabel lainnya yang relevan.
3) Tendensi
empiris aplikasi/penggunaan transaksi derivatif
Telah dijelaskan di atas bahwa transaksi derivatif itu
sendiri sebenarnya merupakan bentuk instrumen keuangan yang dipakai untuk
mengurangi risiko yang muncul akibat pergerakan harga yang fluktuatif yang
dapat menimbulkan kerugian pada pihak terkait. Namun akhirnya penggunaan
transaksi derivatif lebih banyak dipakai sebagai instrumen spekulasi bagi para
investor. Di negara maju seperti AS, transaksi ini sudah sedemikian berkembang
sehingga — ibaratnya — apa saja bisa dispekulasikan atau dijadikan taruhan.
Mulai dari pergerakan suku bunga, nilai tukar mata uang, harga saham,
komoditas, pertandingan sepak bola, bahkan iklim.
Wall Street dapat dikatakan sudah berubah fungsinya
menjadi mesin judi yang dikendalikan oleh bank-bank besar, perusahaan keuangan,
dan mutual fund (reksa dana) raksasa, tidak jarang melibatkan praktik-praktik
culas (huge-scale fraud) yang merugikan investor dan konsumen, dengan
memanfaatkan kelemahan regulasi serta pengawasan ketat dari pemerintah dan
otoritas moneter. Buffet mencontohkan kontrak yang terjadi di pasar energi AS
yang sebagian besar didasarkan pada perdagangan derivatif dan menjadi pemicu
kolapsnya Enron.
Derivatif sering kali membuat laporan pendapatan yang
jauh lebih besar dari yang sebenarnya dan didasarkan pada estimasi yang
ketidakakuratan- nya mungkin tak akan pernah terungkap selama bertahun-tahun,
ujar Buffet dalam sebuah pesan kepada para pemegang saham perusahaannya tahun
2002, sebagaimana dikutip majalah Fortune. Menurut dia, tak sedikit transaksi
derivatif dibuat oleh ”orang gila”.
Secara global, transaksi derivatif suku bunga mencapai
76% dari total transaksi derivatif, dan sisanya sebesar 14% merupakan transaksi
derivatif untuk valuta asing dan yang lain (RMExpose.com tanggal 24 September
2008)
4) Tinjauan hukum
positif
Dalam majalah Tempo edisi No. 31 XXXVII 22 September 2008
salah satu bahasannya adalah dengan judul : “Ketika yang salah dinyatakan
menang” terkait transaksi derivatif (konvensional) antara lain menyebutkan
sebagai berikut :
”Pihak bank selalu kalah dalam berbagai kasus transaksi
derivatif yang menggunakan valuta asing. Bahkan transaksi jenis itu dianggap
sebagai aktivitas yang dilarang pemerintah”
Ancaman yang menghantui dunia perbankan tak kunjung
berkurang. Setelah bank babak-belur dihajar krisis moneter, kebijakan uang
ketat, dan juga negative spread, palu hakim di pengadilan niaga
salah-salah juga bisa menghantamnya. Tidak sedikit bankir yang resah lantaran
upaya mereka memburu nasabahnya kandas di pengadilan. Buktinya, dalam perkara
jual beli valuta asing, Bank Niaga dan Bank Credit Lyonnais Indonesia
dikalahkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua perkara itu sekarang masih
menanti putusan banding.
Tak aneh bila kalangan perbankan belakangan ini ramai
menggunjingkan masalah hukum dan transaksi derivatif tersebut. "Putusan
pengadilan pada kasus-kasus transaksi derivatif merupakan preseden sangat buruk
dan bisa mengakibatkan kebangkrutan bank," kata Hidayat Achyar, kuasa
hukum Bank Niaga. Karena dicekam kekhawatiran, delapan bankir serta tiga
pengacara mereka mengadukan soal itu, Rabu dua pekan lalu, kepada Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sunarto. Mereka akan
menyampaikan keluhan senada kepada Ketua Mahkamah Agung.
Reaksi keras itu bisa dimaklumi. Sebab, transaksi
derivatif, yang lazim dipraktekkan oleh bank di mancanegara, di sini dianggap
sebagai bisnis yang diharamkan, mirip judi yang cenderung menjerumuskan
nasabah. Untuk menggambarkan daya jangkau bisnis valuta asing, ahli hukum
perbankan Pradjoto membandingkan bisnis serupa di luar negeri yang rata-rata
menyumbang separuh dari total pendapatan bank.
5)
Futures Dan Option : Perkembangannya Di Indonesia
Dari jenis-jenis instrumen derivatif diatas, kita akan
mebahas mengenai futures dan option dan perkembangannya di Indonesia.
Futures atau
kontrak berjangka merupakan suatu kontrak/perjanjian untuk menjual atau
membeli suatu produk pada waktu tertentu dengan harga tertentu. Objek/produk
yang diperjualbelikan disebut dengan variabel pokok (underlying assets) yang
pada umumnya berupa saham, indeks saham, komoditi, mata uang asing, suku bunga,
dll. Harga tertentu adalah harga kontrak berjangka di bursa yang
terjadiberdasarkan tawar menawar antara pembeli dan penjual.
Option merupakan suatu jenis
kontrak antara 2 (dua) pihak dimana satu pihak memberi hak kepada pihak lain
untuk membeli aset tertentu pada harga dan periode tertentu. Di sisi lain
kontrak juga mengizinkan Pihak untuk menjual aset pada harga dan periode
tertentu. Pihak yang membayar dan menerima hak disebut pembeli option sedang
pihak yang menjual disebut penjual option. Option tidak akan bernilai jika pada
tanggal jatuh temponya kontrak tersebut tidak dilaksanakan. Pemegang option tidak
diwajibkan untuk melaksanakan haknya atau akan melaksanakan haknya jika
perubahan dari harga underlying assetnya akan menghasilkan keuntungan baik
dengan menjual atau membeli underlying asset tersebut.
Pasar
modal sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan dan wahana investasi
telah menjadi salah satu indikator ekonomi Indonesia. Perkembangan pasar modal
Indonesia dalam satu dekade ini mengalami peningkatan yang cukup baik, hal itu
terlihat antara lain dari peningkatan kualitas maupun kuantitas baik sarana
maupun prasarananya. Faktor yang turut menentukan dalam mengembangkan pasar
modal adalah tersedianya instrumen investasi yang lebih variatif.
Pemerintah menyadari sepenuhnya pentingnya keberadaan
pasar derivatif sebagai subsistem pasar keuangan Indonesia, yang memiliki
peranan strategis sebagai mekanisme tranfer risiko, price discovery, market
integrity yang membuat pasar keuangan semakin terpercaya, enhance effisiency,
dan enhance liquidity. Pasar derivatif bukanlah judi, tetapi spekulasi.
Anggapan tentang judi inilah yang menyebabkan pasar derivatif tidak berkembang
dengan baik.
Pasar kontrak berjangka adalah sangat berguna bagi
masyarakat Indonesia, sebab secara makro keberadaan pasar derivatif akan
membantu terciptanya pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga
akan mem-bantu sektor real (dunia usaha) mendapatkan modal usaha secara
efisien. Dengan pasar keuangan yang efisien dalam arti transparan dan transaksi
tidak tinggi biayanya, sama dengan risiko ketidak pastian berusaha di Indonesia
akan semakin kecil, dan dunia luar akan melihat Indonesia sebagai pilihan
berinvestasi, sehingga akan terjadi capital inflow yang sangat berguna untuk
membantu pembangunan ekonomi di Indonesia. Peranan pasar derivatif menunjang
transparansi pasar keuangan, dan sangat pentingnya masalah transparansi.[1]
2.
Derivatif Islami
Banyak ulama dan pemikir islam
memberikan pendapatnya secara beragam terhadap transaksi derivatif. Dalam
transaksi forward dan futures, pada dasarnya secara teknikal tidak ada
keberatan dari sudut pandang islam selama transaksi tersebut semata-mata untuk
melindungi kemungkinan resiko yang terjadi dan transaksi tersebut benar-benar
direalisasikan pada waktu jatuh temponya. Konsep dasar transaksi tersebut
sebenarnya sama dengan apa yang sabdakan oleh gNabi Muhammad SAW yaitu bahwa
siapa yang melaksanakan salaf (forward trading) harus
melaksanakannya dengan jumlah, berat dan periode waktu yang tertentu/spesifik.
Dengan transaksi tersebut, perusahaan
dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih produktif dan efisien dan memberikan
manfaat bagi masyarakat berupa harga yang relatif rendah dari produk yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Tetapi jika transaksi derivatif tersebut
digunakan untuk tujuan spekulatif, misalnya menyelesaikan transaksi sebelum
jatuh temponya dengan melakukan set-off terhadap selisih harga, sebagaimana
yang terjadi saat ini, maka islam jelas melarangnya. Mufti Taqi Usmani juga
mengatakan bahwa transaksi futures yang ada saat ini tidak sesuai syariah
karena dua hal: Pertama, transaksi tersebut tidak dilaksanakan efektif pada
waktu jatuh temponya. Kedua, pada saat kontrak dibuat, transaksi tersebut tidak
dimaksudkan untuk direalisasikan. Disamping itu, menurut hemat penulis,
transaksi futures tersebut juga tidak sesuai syariah karena dalam prakteknya
saat ini transaksi futures tidak berhubungan langsung dengan fisik barang
sehingga tidak memberikan nilai tambah kepada sektor produktif/riil dan
semata-mata digunakan untuk tujuan spekulasi. Transaksi derivatif saat ini
termasuk dalam kategori zero-sum game karena selisih harga yang harus
dibayar/diselesaikan antara harga saat kontrak dibuat dengan harga saat jatuh
temponya didebetkan ke rekening satu pihak dan dikreditkan kepihak lainnya.
Oleh karenanya, transaksi derivatif disebut juga contract of differences.
Bagaimana Solusi Islam:
Sebagaiamana diuraikan diatas, transaksi
derivatif yang pada awalnya dimaksudkan untuk mengelola dan mengendalikan
risiko tetapi dalam perkembangannya telah menjadikan risiko itu sendiri sebagai
komoditas dan oleh karenanya dianggap memiliki nilai dan dapat diperdagangkan.
Resiko itu sendiri adalah sesuatu yang abstrak, tidak berwujud dan tidak
merepresentasikan nilai sehingga oleh karenanya tidak dapat diperdagangkan.
Ibnu Taymiah 670 tahun yang lalu telah membedakan risiko kedalam dua kategori.
Pertama, risiko yg berhubungan dengan aktivitas ekonomi riil, yang dapat
menghasilkan kekayaan atau nilai tambah. Kedua, risiko yang tidak berhubungan
dengan aktifitas ekonomi riil, zero-sum activities dan tidak menciptakan nilai
tambah. Jenis risiko yang pertama adalah sah dan justru diperlukan dalam
kegiatan ekonomi untuk mendorong spirit dan inovasi yang pada gilirannya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan
masyarakat. Namun demikian, adalah menjadi kewajiban kita untuk mengelola dan
mengendalikan risiko tersebut sehingga daya dorongnya terhadap pertumbuhan
ekonomi riil tetap positif. Untuk itu diperlukan upaya yang meliputi strategi,
proses, produk dan instrument untuk mengelola dan mengendalikan risiko, yang
didalam bahasa sekarang disebut dengan rekayasa keuangan (financial
engineering) tetapi dengan tujuan dan cara-cara yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Kata kunci dalam rekayasa keuangan ini adalah inovasi
dan kreatifitas dalam penciptaan produk dan instrumen yang sesuai syariah
dengan tujuan untuk memberikan solusi terhadap berbagai masalah keuangan.
Setiap inovasi akan menghasilkan
perubahan, tetapi hanya perubahan yang memberikan value atau nilai tambah yang
dapat diterima sedangkan perubahan yang justru mengakibatkan kerusakan haruslah
ditolak. Begitu pula halnya dengan kreatifitas yang pada dasarnya timbul karena
adanya berbagai keterbatasan. Keterbatasan yang kita hadapi atau miliki saat
ini, seperti lingkungan bisnis dan peraturan yang belum mendukung, kuantitas
dan kualitas sumber daya insani yang belum memadai serta keterbatasan lainnya,
haruslah menjadi stimulant bagi timbulnya kreatifitas yang memberikan nilai
tambah bagi kemajuan industri keuangan.
Prinsip
Islam:
Dalam melakukan upaya-upaya inovatif dan
kreatif tersebut, islam memberikan berbagai pedoman atau prinsip yang harus
diperhatikan, yaitu antara lain: keseimbangan, interdependensi, akseptabilitas,
dan integrasi.
- Keseimbangan: ini merupakan prinsip islam secara umum dan tentunya berlaku bagi setiap kegiatan ekonomi dan keuangan islam, termasuk kegiatan kreatif dan inovatif dalam penciptaan proses, instrument dan produk keuangan. Ekonomi islam tidak semata-mata berorientasi kepada keuntungan finansial untuk pelaku individu tetapi juga keuntungan sosial untuk masyarakat dan alam sekitar. Bukan hanya untuk kepentingan dunia tetapi juga kepentingan akhirat. Konsekwensinya, setiap proses, instrument dan produk keuangan yang dihasilkan harus memenuhi kedua kepentingan tersebut.
- Kerjasama dan Interdependensi: Untuk dapat menerapkan prinsip keseimbangan tersebut, cara-cara yang dilakukan haruslah bersifat kerjasama dan saling ketergantungan, bukan persaingan, seperti semakin banyaknya usaha bersama secara terbuka dibidang teknologi informasi, yang salah satunya lazim dikenal dengan sebutan “open sources”. Bisnis dotcom seperti yahoo, google dan facebook berkembang pesat karena juga menerapkan prinsip kebersamaan dan ketergantungan sesama penggunanya. Bisnis tersebut memadukan atau menyeimbangkan antar kepentingan mendapatkan keuntungan dengan kepentingan sosial. Dengan cara ini, maka pengembangan proses, instrumen dan produk keuangan dapat dilakukan secara produktif, optimal dan efisien.
- Akseptabilitas: Dalam dunia muamalah atau bisnis, islam mengajarkan bahwa segala sesuatu itu boleh kecuali secara tegas dilarang. Artinya, kesempatan sangat terbuka luas bahkan nyaris tanpa batas untuk melakukan kreasi dan inovasi sepanjang hasilnya lebih memberikan manfaat daripada mudharat. Batasan atau larangan yang ada terutama terhadap kegiatan yang tidak berkeadilan seperti riba dan gharar. Riba memisahkan kegiatan disektor keuangan/moneter dengan kegiatan disektor riil atau produktif. Riba telah mengakibatkan kegiatan keuangan jauh melampaui kegiatan riil sehingga menimbulkan ekonomi gelembung dan akhirnya terjadi krisis ekonomi karena prinsip keseimbangan dan interdepensi antara kegiatan di kedua sektor ekonomi tersebut dilanggar. Gharar dilarang karena didalamnya terdapat unsur-unsur yang meragukan atau tidak jelas yang mengakibatkan timbulnya risiko. Transaksi gharar adalah transaksi yang hanya mendasarkan pada risiko tersebut dan bukan pada barang atau obyek yang nyata. Oleh karenanya gharar disebut sebagai “trading in risk”. Keragu-raguan atau ketidak jelasan dalam transaksi tersebut menghambat kegiatan ekonomi menjadi produktif dan efisien.
- Integrasi: Untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang berimbang dan berkelanjutan, islam mengharuskan adanya interaksi dan integrasi antara sektor moneter/keuangan dan sektor riil. Setiap pertambahan nilai uang sebesar satu rupiah harus diimbangi dengan pertambahan barang dan jasa disektor riil dengan nilai yang sama. Faktor waktu (masa) dan risiko merupakan prasyarat dan harus pula saling berinteraksi dan berintegrasi bagi upaya pertumbuhan dikedua sektor ekonomi tersebut secara seimbang. Faktor waktu merupakan variabel dari riba dan faktor risiko merupakan variabel dari gharar. Dengan menjaga keduanya tetap berinteraksi dan berintegrasi, baik antar keduanya maupun dengan kegiatan ekonomi riil, maka riba dan gharar dapat dihindari, dan pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan disektor moneter dan sektor riil secara terintegrasi akan efisien dan berkesinambungan.[2]
B.
Hybrid
Contract di Islamic Derivative
Pada dasarnya, ketika kita berbicara masalah Islamic derivative, hal ini
berkaitan dengan penggabungan beberapa akad didalam sebuah kontrak, atau
penggabungan perjanjian didalam sebuah transaksi. Dimana kalau hal ini kita
kaitkan ke konteks syariah, maka secara explicit penggabungan dua akad atau
lebih didalam sebuah transaksi itu dilarang didalam hukum syariah.
Sebagaimana didalam sebuah hadits hasan di kitab al muwatto’ 2/ 657 dan
663, nay al awthor 5/152 menyebutkan, “Naha
rasulullah s.a.w ‘an bay’atain fi bay’ah wa ‘an sofqotain fi sofqoh, wa ‘an
bay’ wa salaf”. Di Hadits ini jelas sekali bahwasanya Rasulullah s.a.w
melarang penggabungan dua akad didalam satu kontrak, penggabungan 2 transaksi
didalam satu transaksi, begitujuga pelarangan penggabungan jual beli dengan
hutang.
Jika kita mengikuti begitu saja larangan ini secara harfiyah, maka akan
sulit kita mempraktekkan perbankan syariah dizaman modern ini. Karna pada
umumnya, akad-akad transaksi di perbankan syariah saat ini gabungan dari dua
akad atau lebih. Begitu juga di instrument Islamic derivative, akad yang biasa
digunakan adalah tawarruq, bay’ al-urbun dan ak-wa’du. Secara otomatis sudah
tidak sesuai dengan syariah.
Akan tetapi AAOIFI tahun 2007 telah memberikan resolusi No. 25
bahwasanya seluruh penggabungan akad ini diperbolehkan asalkan akad satu dengan
akad lain terpisah (‘uqud mustaqillah), kecuali penggabungan akad jual beli
dengan hutang. Selanjutnya AAOIFI memberikan peraturan penggabungan akad
sebagai berikut:
- Penggabungan akad tidak boleh menggabungkan akad yang telah jelas dilarang didalam syariah seperti penggabungan jual beli dan hutang didalam satu akad.
- Penggabungan akad tidak boleh digunakan sebagai trick (hilah) untuk menghalalalkan riba atau bunga. Seperti perjanjian jual dan beli kembali (sale and buy back agreement) antara dua pihak (bay al-‘inah) atau riba fadhl.
- Penggabungan akad tidak boleh digunakan sebagai alat untuk riba misalnya creditur meminjamkan uang supaya bisa mendapatkan hadiah dari debitur atau memberikan manfaat lainnya seperti tumpangan dan lain lain.
- Penggabungan akad tidak boleh kontradiksi dengan esensi akad tersebut. Sebagai contoh, seperti di akad mudharabah, tidak boleh ada garansi profit dengan memakai akad hibah yang dijaminkan, atau penggabungan penukaran mata uang dengan jualah, atau bay al-salam dengan jualah.
C. Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Transaksi Derivative
Pengawas syariah sangat berperan penting dalam transaksi Islamic
Derivative ini sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Karna peran
dewan pengawas syariah disini sangat penting, maka dari itu perlulah dipilih
orang-orang yang betul-betul memahami seluk beluk transaksi yang ada di Islamic
Derivative dan menguasai fikih secara mendalam. Sehingga tidak terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan kedepannya dan menciptakan image lama terulang kembali
dimana dewan pengawas syariah hanya digunakan sebagai pajangan dalam
menghalalkan sebuah transaksi yang berbasis syariah.
Maka dari itu, perlu pengawasan ketat dan fit and proper test yang baik
harus dilakukan kepada orang-orang yang akan menjadi dewan pengawas syariah di
bursa komoditi syariah ini. Ada beberapa ilmu yang minimal harus dikuasai dewan
pengawas syariah di bursa komoditi ini: pertama, harus mengetahui seluk beluk
transaksi di bursa efek terutama Islamic Derivative. Apalagi jiakalau yang
bersangkutan punya pengalaman dalam melakukan transaksi Islamic Derivative.
Kedua, harus memahami fikih muamalah khususnya yang berkaitan dengan transaksi
Islamic Derivative. Ketiga, harus mengetahui ilmu pasar modal syariah sehingga
bisa terus mengecek kesyariahan produk ini. Keempat adalah yang tidak kalah penting
yaitu mengetahui bahasa arab dan bahasa inggris, karna istilah-istilah yang
digunakan dalam transaksi ini berdasarkan dari dua bahasa tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas,
yang dimaksudkan transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau
perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari
produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut "produk
turunan" daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik
suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan
uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada
aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang
mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing
"tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya.
Kedepan, diharapkan ada
masukan-masukan yang hangat untuk industri keuangan syariah terutama
pengembangan produk, karna pada dasarnya Indonesia adalah Negara Investasi yang
empuk bagi dunia umumnya dan timur tengah khususnya, tinggal mereka menunggu
produk-produk dan instrumen unggulan yang dikeluarkan oleh Indonesia beserta
undang-undang yang mendukung. Jika kita tidak merespon keinginan pasar yang
besar ini, dikhawatirkan kita tidak bisa mengambil potensi pasar yang besar
ini. Lebih khusus lagi, dua tahun kedepan kita akan menyongsong era baru
industri keuangan syariah dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mana haruslah
ada masukan dan ide-ide segar yang digelontorkan, sehingga tidak mencegah
pertumbuhan keuangan syariah kedepannya.
B.
Saran
Kepada rekan rekan
Mahasiswa selaku mahasiswa yang berbasiskan keislaman yang tentunya Ekonomi
Islam untuk itu hendaknya lebih memahami lagi tentang hal-hal yang berkenaan
dengan Ekonomi Islam, dan juga penulis mohon maaf jikalau ada kesalahan kata,
penulisan dan sebagainya, penulis juga mohon saran dan kritikannya yang
bersifat membangun makalah ini untuk lebih baik diwaktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani,
Ibnu Hajar, 2005, Syarah Bulughul Maram, Halim Jaya, Surabaya
Blog, Muhamad
Nahdi, artikel Perdagangan Derivatif , akses 1 Januari 2014
Suwailem,
Sami, 2006, Hedging in Islamic Finance, Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi
Arabia
Dr. Dian Ediana
Rae, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia, Elex media
Komputindo, 2008
Hinsa Siahaan,
Perkembangan Peranan Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisieansi Pasar
Keuangan Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2006
[1] Hinsa Siahaan,
Perkembangan Peranan Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisieansi Pasar
Keuangan Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar