Senin, 13 Januari 2014

Makalah Instrumen Keuangan Derivative Islami



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Pasar keuangan dunia tumbuh dengan pesat antara lain dengan ditandai adanya penemuan produk keuangan generasi baru guna mendapatkan hasil yang tinggi dengan tingkat risiko yang terkendali. Beberapa produk dimaksud dinamakan dengan transaksi ”Derivative”. Sejak tahun 1980-an, transaksi derivatif berkembang sangat pesat dan banyak perusahaan besar tingkat dunia mempergunakan instrumen ini guna mendapatkan sumber pendanaan yang murah. Bagi yang meguasai dan dapat mengelola produk derivatif akan mendapatkan minimalisasi risiko dengan maksimalisasi hasil. Sebaliknya, terhadap para pihak yang kurang mengenal secara mendalam dan tidak dapat mengelola secara benar, maka bukannya hasil maksimal yang diperoleh, tetapi kerugian yang sangat besar. Ibaratnya, instrumen derivatif bagaikan pedang bermata dua yang dapat berfungsi sebagai sarana konstruktif, sekaligus bisa destruktif. Transaksi derivatif itu sendiri sebenarnya merupakan bentuk instrumen keuangan yang dipakai untuk mengurangi risiko yang muncul akibat pergerakan harga.
Pengertian Derivatif (derivatives) secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau komoditas yang lain. Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada
Derivative dalam keuangan adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut " produk turunan" daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing "tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya (underlying). Ada banyak sekali instrumen finansial yang dapat dikategorikan dalam kelompok derivative namun opsi/kontrak berjangka dan swap adalah yang umum dikenal.
Pertumbuhan pesat perdagangan derivatif di pasar uang beberapa dekade terakhir ini menurut Warren Buffet, investor legendaris yang kini merupakan salah satu orang terkaya di dunia, menyimpan bom waktu untuk terjadinya bencana mahadahsyat bagi ekonomi. Ia bahkan menyebut derivatif sebagai ”senjata finansial pemusnah massal” karena potensinya yang sangat besar untuk meluluhlantakkan seluruh sistem finansial global.
Maka dalam hal ini kami mencoba untuk mengidentifikasi instrumen derivatif konvensional yang belum sesuai dengan prinsip syariat Islam untuk kemudian dikonversi/dimodifikasi dengan menggunakan akad-akad syariat Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.        Apa Pengertian Derivative Konvensional dan Islami ?
2.        Bagaimana Sistim Hybrid Contract di Islamic Derivative  ?
3.        Bagaimana Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Transaksi Derivative ?















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Derivative Konvensional dan Derivative Islami
1.      Derivative konvensional
1)      Pengertian transaksi/instrumen derivatif
Transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut "produk turunan" daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing "tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya.

2)      Batasan obyek bahasan
  1. Future/Forward Contract
Future Contract/Kontrak Berjangka adalah perjanjian atau kesepakatan untuk membeli atau menjual aktiva tertentu pada saat tertentu dengan/pada harga tertentu dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Future Contract diperdagangkan di bursa terorganisir seperti the Chicago Board of Trade dan the Chicago Mercantile Exchange di Amerika Serikat, Eurex, Bolsa de Mercadorias y Futuros (Brazil), Tokyo International Financial Futures Exchange (Jepang), the Singapore International Monetary Exchange, dan Sidney Futures Exchanges (Australia)
Secara substansi, future dan forward adalah sama, perbedaannya hanyalah pada tempat penyelenggaraannya saja, di mana future dilakukan pada bursa terorganisir sebagaimana dijelaskan di atas, tetapi kalau forward dilaksanakan di luar bursa (terorganisir seperti di atas) yang biasa disebut ”over the counter (OTC) market”
  1. Option Contract/Kontrak Opsi
Opsi adalah kontrak di mana salah satu pihak menyetujui untuk membayar sejumlah imbalan kepada pihak yang lainnya untuk suatu "hak" (tetapi bukan kewajiban) untuk membeli sesuatu atau menjual sesuatu kepada pihak yang lainnya; misalnya saja ada seseorang yang khawatir bahwa harga dari stok XXX akan turun sebelum ia sempat menjualnya, maka ia membayar imbalan kepada seseorang lainnya (ini disebut opsi jual/put option) yang menyetujui untuk membeli stok daripadanya dengan harga yang ditentukan di depan (strike price). Pembeli menggunakan opsi ini untuk mengelola resiko turunnya nilai jual dari stok XXX yang dimilikinya, di lain sisi si pembeli opsi mungkin saja menggunakan transaksi opsi tersebut untuk memperoleh imbalan jasa dan mungkin telah memiliki suatu gambaran bahwa nilai jual XXX tersebut tidak akan turun.
Sebagai lawan dari opsi jual adalah opsi beli atau biasa disebut call option di mana pada opsi beli ini memberikan opsi kepada pembeli opsi hak untuk membeli aset acuan pada suatu tanggal yang disepakati dengan harga yang telah ditetapkan atau yang dikenal dengan istilah option strike .
Option sebagai instrumen derivatif sebenarnya lahir karena adanya kebutuhan untuk melindungi nilai suatu “barang” (suku bunga, kurs, komoditi, saham) terhadap resiko kerugian akibat fluktuasi harga karena pengaruh kondisi supply dan demand di waktu yang akan datang. Dalam perkembangannya, ternyata motif transaksi transaksi option untuk pelindung nilai lebih kecil dibandingkan motif transaksi untuk tujuan spekulatif dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

  1. Swap Contract/Kontrak Swap
Swap adalah kesepakatan antara dua pihak (perusahaan) untuk saling mempertukarkan arus kas di masa tertentu (selama kurun waktu tertentu) yang akan datang. Dalam kesepakatan ditentukan secara spesifik tanggal pembayaran tunai dan cara menghitung jumlah uang tunai yang akan saling dipertukarkan (dibayarkan masing-masing pihak). Biasanya dalam perhitungan telah dipertimbangkan/diperhitungkan nilai yang akan datang tingkat bunga, kurs mata uang, dan variabel-variabel lainnya yang relevan.
3)      Tendensi empiris aplikasi/penggunaan transaksi derivatif
Telah dijelaskan di atas bahwa transaksi derivatif itu sendiri sebenarnya merupakan bentuk instrumen keuangan yang dipakai untuk mengurangi risiko yang muncul akibat pergerakan harga yang fluktuatif yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak terkait. Namun akhirnya penggunaan transaksi derivatif lebih banyak dipakai sebagai instrumen spekulasi bagi para investor. Di negara maju seperti AS, transaksi ini sudah sedemikian berkembang sehingga — ibaratnya — apa saja bisa dispekulasikan atau dijadikan taruhan. Mulai dari pergerakan suku bunga, nilai tukar mata uang, harga saham, komoditas, pertandingan sepak bola, bahkan iklim.
Wall Street dapat dikatakan sudah berubah fungsinya menjadi mesin judi yang dikendalikan oleh bank-bank besar, perusahaan keuangan, dan mutual fund (reksa dana) raksasa, tidak jarang melibatkan praktik-praktik culas (huge-scale fraud) yang merugikan investor dan konsumen, dengan memanfaatkan kelemahan regulasi serta pengawasan ketat dari pemerintah dan otoritas moneter. Buffet mencontohkan kontrak yang terjadi di pasar energi AS yang sebagian besar didasarkan pada perdagangan derivatif dan menjadi pemicu kolapsnya Enron.
Derivatif sering kali membuat laporan pendapatan yang jauh lebih besar dari yang sebenarnya dan didasarkan pada estimasi yang ketidakakuratan- nya mungkin tak akan pernah terungkap selama bertahun-tahun, ujar Buffet dalam sebuah pesan kepada para pemegang saham perusahaannya tahun 2002, sebagaimana dikutip majalah Fortune. Menurut dia, tak sedikit transaksi derivatif dibuat oleh ”orang gila”.
Secara global, transaksi derivatif suku bunga mencapai 76% dari total transaksi derivatif, dan sisanya sebesar 14% merupakan transaksi derivatif untuk valuta asing dan yang lain (RMExpose.com tanggal 24 September 2008)

4)      Tinjauan hukum positif
Dalam majalah Tempo edisi No. 31 XXXVII 22 September 2008 salah satu bahasannya adalah dengan judul : “Ketika yang salah dinyatakan menang” terkait transaksi derivatif (konvensional) antara lain menyebutkan sebagai berikut :
”Pihak bank selalu kalah dalam berbagai kasus transaksi derivatif yang menggunakan valuta asing. Bahkan transaksi jenis itu dianggap sebagai aktivitas yang dilarang pemerintah”
Ancaman yang menghantui dunia perbankan tak kunjung berkurang. Setelah bank babak-belur dihajar krisis moneter, kebijakan uang ketat, dan juga negative spread, palu hakim di pengadilan niaga salah-salah juga bisa menghantamnya. Tidak sedikit bankir yang resah lantaran upaya mereka memburu nasabahnya kandas di pengadilan. Buktinya, dalam perkara jual beli valuta asing, Bank Niaga dan Bank Credit Lyonnais Indonesia dikalahkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua perkara itu sekarang masih menanti putusan banding.
Tak aneh bila kalangan perbankan belakangan ini ramai menggunjingkan masalah hukum dan transaksi derivatif tersebut. "Putusan pengadilan pada kasus-kasus transaksi derivatif merupakan preseden sangat buruk dan bisa mengakibatkan kebangkrutan bank," kata Hidayat Achyar, kuasa hukum Bank Niaga. Karena dicekam kekhawatiran, delapan bankir serta tiga pengacara mereka mengadukan soal itu, Rabu dua pekan lalu, kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sunarto. Mereka akan menyampaikan keluhan senada kepada Ketua Mahkamah Agung.
Reaksi keras itu bisa dimaklumi. Sebab, transaksi derivatif, yang lazim dipraktekkan oleh bank di mancanegara, di sini dianggap sebagai bisnis yang diharamkan, mirip judi yang cenderung menjerumuskan nasabah. Untuk menggambarkan daya jangkau bisnis valuta asing, ahli hukum perbankan Pradjoto membandingkan bisnis serupa di luar negeri yang rata-rata menyumbang separuh dari total pendapatan bank.
5)      Futures Dan Option : Perkembangannya Di Indonesia
Dari jenis-jenis instrumen derivatif diatas, kita akan mebahas mengenai futures dan option dan perkembangannya di Indonesia.
Futures atau kontrak berjangka merupakan suatu kontrak/perjanjian untuk menjual atau membeli suatu produk pada waktu tertentu dengan harga tertentu. Objek/produk yang diperjualbelikan disebut dengan variabel pokok (underlying assets) yang pada umumnya berupa saham, indeks saham, komoditi, mata uang asing, suku bunga, dll. Harga tertentu adalah harga kontrak berjangka di bursa yang terjadiberdasarkan tawar menawar antara pembeli dan penjual.
Option merupakan suatu jenis kontrak antara 2 (dua) pihak dimana satu pihak memberi hak kepada pihak lain untuk membeli aset tertentu pada harga dan periode tertentu. Di sisi lain kontrak juga mengizinkan Pihak untuk menjual aset pada harga dan periode tertentu. Pihak yang membayar dan menerima hak disebut pembeli option sedang pihak yang menjual disebut penjual option. Option tidak akan bernilai jika pada tanggal jatuh temponya kontrak tersebut tidak dilaksanakan. Pemegang option tidak diwajibkan untuk melaksanakan haknya atau akan melaksanakan haknya jika perubahan dari harga underlying assetnya akan menghasilkan keuntungan baik dengan menjual atau membeli underlying asset tersebut.
Pasar modal sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan dan wahana investasi telah menjadi salah satu indikator ekonomi Indonesia. Perkembangan pasar modal Indonesia dalam satu dekade ini mengalami peningkatan yang cukup baik, hal itu terlihat antara lain dari peningkatan kualitas maupun kuantitas baik sarana maupun prasarananya. Faktor yang turut menentukan dalam mengembangkan pasar modal adalah tersedianya instrumen investasi yang lebih variatif.
Pemerintah menyadari sepenuhnya pentingnya keberadaan pasar derivatif sebagai subsistem pasar keuangan Indonesia, yang memiliki peranan strategis sebagai mekanisme tranfer risiko, price discovery, market integrity yang membuat pasar keuangan semakin terpercaya, enhance effisiency, dan enhance liquidity. Pasar derivatif bukanlah judi, tetapi spekulasi. Anggapan tentang judi inilah yang menyebabkan pasar derivatif tidak berkembang dengan baik.
Pasar kontrak berjangka adalah sangat berguna bagi masyarakat Indonesia, sebab secara makro keberadaan pasar derivatif akan membantu terciptanya pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga akan mem-bantu sektor real (dunia usaha) mendapatkan modal usaha secara efisien. Dengan pasar keuangan yang efisien dalam arti transparan dan transaksi tidak tinggi biayanya, sama dengan risiko ketidak pastian berusaha di Indonesia akan semakin kecil, dan dunia luar akan melihat Indonesia sebagai pilihan berinvestasi, sehingga akan terjadi capital inflow yang sangat berguna untuk membantu pembangunan ekonomi di Indonesia. Peranan pasar derivatif menunjang transparansi pasar keuangan, dan sangat pentingnya masalah transparansi.[1]

2.      Derivatif Islami
Banyak ulama dan pemikir islam memberikan pendapatnya secara beragam terhadap transaksi derivatif. Dalam transaksi forward dan futures, pada dasarnya secara teknikal tidak ada keberatan dari sudut pandang islam selama transaksi tersebut semata-mata untuk melindungi kemungkinan resiko yang terjadi dan transaksi tersebut benar-benar direalisasikan pada waktu jatuh temponya. Konsep dasar transaksi tersebut sebenarnya sama dengan apa yang sabdakan oleh gNabi Muhammad SAW yaitu bahwa siapa yang melaksanakan salaf (forward trading) harus melaksanakannya dengan jumlah, berat dan periode waktu yang tertentu/spesifik.
Dengan transaksi tersebut, perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih produktif dan efisien dan memberikan manfaat bagi masyarakat berupa harga yang relatif rendah dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Tetapi jika transaksi derivatif tersebut digunakan untuk tujuan spekulatif, misalnya menyelesaikan transaksi sebelum jatuh temponya dengan melakukan set-off terhadap selisih harga, sebagaimana yang terjadi saat ini, maka islam jelas melarangnya. Mufti Taqi Usmani juga mengatakan bahwa transaksi futures yang ada saat ini tidak sesuai syariah karena dua hal: Pertama, transaksi tersebut tidak dilaksanakan efektif pada waktu jatuh temponya. Kedua, pada saat kontrak dibuat, transaksi tersebut tidak dimaksudkan untuk direalisasikan. Disamping itu, menurut hemat penulis, transaksi futures tersebut juga tidak sesuai syariah karena dalam prakteknya saat ini transaksi futures tidak berhubungan langsung dengan fisik barang sehingga tidak memberikan nilai tambah kepada sektor produktif/riil dan semata-mata digunakan untuk tujuan spekulasi. Transaksi derivatif saat ini termasuk dalam kategori zero-sum game karena selisih harga yang harus dibayar/diselesaikan antara harga saat kontrak dibuat dengan harga saat jatuh temponya didebetkan ke rekening satu pihak dan dikreditkan kepihak lainnya. Oleh karenanya, transaksi derivatif disebut juga contract of differences.
Bagaimana Solusi Islam:
Sebagaiamana diuraikan diatas, transaksi derivatif yang pada awalnya dimaksudkan untuk mengelola dan mengendalikan risiko tetapi dalam perkembangannya telah menjadikan risiko itu sendiri sebagai komoditas dan oleh karenanya dianggap memiliki nilai dan dapat diperdagangkan. Resiko itu sendiri adalah sesuatu yang abstrak, tidak berwujud dan tidak merepresentasikan nilai sehingga oleh karenanya tidak dapat diperdagangkan. Ibnu Taymiah 670 tahun yang lalu telah membedakan risiko kedalam dua kategori. Pertama, risiko yg berhubungan dengan aktivitas ekonomi riil, yang dapat menghasilkan kekayaan atau nilai tambah. Kedua, risiko yang tidak berhubungan dengan aktifitas ekonomi riil, zero-sum activities dan tidak menciptakan nilai tambah. Jenis risiko yang pertama adalah sah dan justru diperlukan dalam kegiatan ekonomi untuk mendorong spirit dan inovasi yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, adalah menjadi kewajiban kita untuk mengelola dan mengendalikan risiko tersebut sehingga daya dorongnya terhadap pertumbuhan ekonomi riil tetap positif. Untuk itu diperlukan upaya yang meliputi strategi, proses, produk dan instrument untuk mengelola dan mengendalikan risiko, yang didalam bahasa sekarang disebut dengan rekayasa keuangan (financial engineering) tetapi dengan tujuan dan cara-cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Kata kunci dalam rekayasa keuangan ini adalah inovasi dan kreatifitas dalam penciptaan produk dan instrumen yang sesuai syariah dengan tujuan untuk memberikan solusi terhadap berbagai masalah keuangan.
Setiap inovasi akan menghasilkan perubahan, tetapi hanya perubahan yang memberikan value atau nilai tambah yang dapat diterima sedangkan perubahan yang justru mengakibatkan kerusakan haruslah ditolak. Begitu pula halnya dengan kreatifitas yang pada dasarnya timbul karena adanya berbagai keterbatasan. Keterbatasan yang kita hadapi atau miliki saat ini, seperti lingkungan bisnis dan peraturan yang belum mendukung, kuantitas dan kualitas sumber daya insani yang belum memadai serta keterbatasan lainnya, haruslah menjadi stimulant bagi timbulnya kreatifitas yang memberikan nilai tambah bagi kemajuan industri keuangan.
Prinsip Islam:
Dalam melakukan upaya-upaya inovatif dan kreatif tersebut, islam memberikan berbagai pedoman atau prinsip yang harus diperhatikan, yaitu antara lain: keseimbangan, interdependensi, akseptabilitas, dan integrasi.
  1. Keseimbangan: ini merupakan prinsip islam secara umum dan tentunya berlaku bagi setiap kegiatan ekonomi dan keuangan islam, termasuk kegiatan kreatif dan inovatif dalam penciptaan proses, instrument dan produk keuangan. Ekonomi islam tidak semata-mata berorientasi kepada keuntungan finansial untuk pelaku individu tetapi juga keuntungan sosial untuk masyarakat dan alam sekitar. Bukan hanya untuk kepentingan dunia tetapi juga kepentingan akhirat. Konsekwensinya, setiap proses, instrument dan produk keuangan yang dihasilkan harus memenuhi kedua kepentingan tersebut.
  2. Kerjasama dan Interdependensi: Untuk dapat menerapkan prinsip keseimbangan tersebut, cara-cara yang dilakukan haruslah bersifat kerjasama dan saling ketergantungan, bukan persaingan, seperti semakin banyaknya usaha bersama secara terbuka dibidang teknologi informasi, yang salah satunya lazim dikenal dengan sebutan “open sources”. Bisnis dotcom seperti yahoo, google dan facebook berkembang pesat karena juga menerapkan prinsip kebersamaan dan ketergantungan sesama penggunanya. Bisnis tersebut memadukan atau menyeimbangkan antar kepentingan mendapatkan keuntungan dengan kepentingan sosial. Dengan cara ini, maka pengembangan proses, instrumen dan produk keuangan dapat dilakukan secara produktif, optimal dan efisien.
  3. Akseptabilitas: Dalam dunia muamalah atau bisnis, islam mengajarkan bahwa segala sesuatu itu boleh kecuali secara tegas dilarang. Artinya, kesempatan sangat terbuka luas bahkan nyaris tanpa batas untuk melakukan kreasi dan inovasi sepanjang hasilnya lebih memberikan manfaat daripada mudharat. Batasan atau larangan yang ada terutama terhadap kegiatan yang tidak berkeadilan seperti riba dan gharar. Riba memisahkan kegiatan disektor keuangan/moneter dengan kegiatan disektor riil atau produktif. Riba telah mengakibatkan kegiatan keuangan jauh melampaui kegiatan riil sehingga menimbulkan ekonomi gelembung dan akhirnya terjadi krisis ekonomi karena prinsip keseimbangan dan interdepensi antara kegiatan di kedua sektor ekonomi tersebut dilanggar. Gharar dilarang karena didalamnya terdapat unsur-unsur yang meragukan atau tidak jelas yang mengakibatkan timbulnya risiko. Transaksi gharar adalah transaksi yang hanya mendasarkan pada risiko tersebut dan bukan pada barang atau obyek yang nyata. Oleh karenanya gharar disebut sebagai “trading in risk”. Keragu-raguan atau ketidak jelasan dalam transaksi tersebut menghambat kegiatan ekonomi menjadi produktif dan efisien.
  4. Integrasi: Untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang berimbang dan berkelanjutan, islam mengharuskan adanya interaksi dan integrasi antara sektor moneter/keuangan dan sektor riil. Setiap pertambahan nilai uang sebesar satu rupiah harus diimbangi dengan pertambahan barang dan jasa disektor riil dengan nilai yang sama. Faktor waktu (masa) dan risiko merupakan prasyarat dan harus pula saling berinteraksi dan berintegrasi bagi upaya pertumbuhan dikedua sektor ekonomi tersebut secara seimbang. Faktor waktu merupakan variabel dari riba dan faktor risiko merupakan variabel dari gharar. Dengan menjaga keduanya tetap berinteraksi dan berintegrasi, baik antar keduanya maupun dengan kegiatan ekonomi riil, maka riba dan gharar dapat dihindari, dan pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan disektor moneter dan sektor riil secara terintegrasi akan efisien dan berkesinambungan.[2]
B.     Hybrid Contract di Islamic Derivative
Pada dasarnya, ketika kita berbicara masalah Islamic derivative, hal ini berkaitan dengan penggabungan beberapa akad didalam sebuah kontrak, atau penggabungan perjanjian didalam sebuah transaksi. Dimana kalau hal ini kita kaitkan ke konteks syariah, maka secara explicit penggabungan dua akad atau lebih didalam sebuah transaksi itu dilarang didalam hukum syariah.
Sebagaimana didalam sebuah hadits hasan di kitab al muwatto’ 2/ 657 dan 663, nay al awthor 5/152 menyebutkan, “Naha rasulullah s.a.w ‘an bay’atain fi bay’ah wa ‘an sofqotain fi sofqoh, wa ‘an bay’ wa salaf”. Di Hadits ini jelas sekali bahwasanya Rasulullah s.a.w melarang penggabungan dua akad didalam satu kontrak, penggabungan 2 transaksi didalam satu transaksi, begitujuga pelarangan penggabungan jual beli dengan hutang.
Jika kita mengikuti begitu saja larangan ini secara harfiyah, maka akan sulit kita mempraktekkan perbankan syariah dizaman modern ini. Karna pada umumnya, akad-akad transaksi di perbankan syariah saat ini gabungan dari dua akad atau lebih. Begitu juga di instrument Islamic derivative, akad yang biasa digunakan adalah tawarruq, bay’ al-urbun dan ak-wa’du. Secara otomatis sudah tidak sesuai dengan syariah.
Akan tetapi AAOIFI tahun 2007 telah memberikan resolusi No. 25 bahwasanya seluruh penggabungan akad ini diperbolehkan asalkan akad satu dengan akad lain terpisah (‘uqud mustaqillah), kecuali penggabungan akad jual beli dengan hutang. Selanjutnya AAOIFI memberikan peraturan penggabungan akad sebagai berikut:
  1. Penggabungan akad tidak boleh menggabungkan akad yang telah jelas dilarang didalam syariah seperti penggabungan jual beli dan hutang didalam satu akad.
  2. Penggabungan akad tidak boleh digunakan sebagai trick (hilah) untuk menghalalalkan riba atau bunga. Seperti perjanjian jual dan beli kembali (sale and buy back agreement) antara dua pihak (bay al-‘inah) atau riba fadhl.
  3. Penggabungan akad tidak boleh digunakan sebagai alat untuk riba misalnya creditur meminjamkan uang supaya bisa mendapatkan hadiah dari debitur atau memberikan manfaat lainnya seperti tumpangan dan lain lain.
  4. Penggabungan akad tidak boleh kontradiksi dengan esensi akad tersebut. Sebagai contoh, seperti di akad mudharabah, tidak boleh ada garansi profit dengan memakai akad hibah yang dijaminkan, atau penggabungan penukaran mata uang dengan jualah, atau bay al-salam dengan jualah.
C.    Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Transaksi Derivative
Pengawas syariah sangat berperan penting dalam transaksi Islamic Derivative ini sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Karna peran dewan pengawas syariah disini sangat penting, maka dari itu perlulah dipilih orang-orang yang betul-betul memahami seluk beluk transaksi yang ada di Islamic Derivative dan menguasai fikih secara mendalam. Sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan kedepannya dan menciptakan image lama terulang kembali dimana dewan pengawas syariah hanya digunakan sebagai pajangan dalam menghalalkan sebuah transaksi yang berbasis syariah.
Maka dari itu, perlu pengawasan ketat dan fit and proper test yang baik harus dilakukan kepada orang-orang yang akan menjadi dewan pengawas syariah di bursa komoditi syariah ini. Ada beberapa ilmu yang minimal harus dikuasai dewan pengawas syariah di bursa komoditi ini: pertama, harus mengetahui seluk beluk transaksi di bursa efek terutama Islamic Derivative. Apalagi jiakalau yang bersangkutan punya pengalaman dalam melakukan transaksi Islamic Derivative. Kedua, harus memahami fikih muamalah khususnya yang berkaitan dengan transaksi Islamic Derivative. Ketiga, harus mengetahui ilmu pasar modal syariah sehingga bisa terus mengecek kesyariahan produk ini. Keempat adalah yang tidak kalah penting yaitu mengetahui bahasa arab dan bahasa inggris, karna istilah-istilah yang digunakan dalam transaksi ini berdasarkan dari dua bahasa tersebut.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Sebagaimana telah dijelaskan di atas, yang dimaksudkan transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut "produk turunan" daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Derivative digunakan oleh manajemen investasi/manajemen portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap resiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing "tanpa" mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya.
Kedepan, diharapkan ada masukan-masukan yang hangat untuk industri keuangan syariah terutama pengembangan produk, karna pada dasarnya Indonesia adalah Negara Investasi yang empuk bagi dunia umumnya dan timur tengah khususnya, tinggal mereka menunggu produk-produk dan instrumen unggulan yang dikeluarkan oleh Indonesia beserta undang-undang yang mendukung. Jika kita tidak merespon keinginan pasar yang besar ini, dikhawatirkan kita tidak bisa mengambil potensi pasar yang besar ini. Lebih khusus lagi, dua tahun kedepan kita akan menyongsong era baru industri keuangan syariah dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mana haruslah ada masukan dan ide-ide segar yang digelontorkan, sehingga tidak mencegah pertumbuhan keuangan syariah kedepannya.
B.     Saran
Kepada rekan rekan Mahasiswa selaku mahasiswa yang berbasiskan keislaman yang tentunya Ekonomi Islam untuk itu hendaknya lebih memahami lagi tentang hal-hal yang berkenaan dengan Ekonomi Islam, dan juga penulis mohon maaf jikalau ada kesalahan kata, penulisan dan sebagainya, penulis juga mohon saran dan kritikannya yang bersifat membangun makalah ini untuk lebih baik diwaktu yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 2005, Syarah Bulughul Maram, Halim Jaya, Surabaya
Blog, Muhamad Nahdi, artikel Perdagangan Derivatif , akses 1 Januari 2014
Suwailem, Sami, 2006, Hedging in Islamic Finance, Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi Arabia
Dr. Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia, Elex media Komputindo, 2008
Hinsa Siahaan, Perkembangan Peranan Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisieansi Pasar Keuangan Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2006


[1] Hinsa Siahaan, Perkembangan Peranan Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisieansi Pasar Keuangan Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar